(FOTO ILUSTRASI)

     “Long  Life  Education” sebuah ungkapan berbahasa Inggris yang apabila diterjemahkan berarti belajar sepanjang hayat. Dengan kata lain, manusia dapat belajar kapan saja dan dimana saja. Proses belajar berlangsung terus menerus dari waktu ke waktu sampai pada era digital saat ini. Era digital pada abad ini membawa dampak yang tidak dapat dipandang sebelah mata oleh dunia pendidikan khususnya di Indonesia.

Implikasi globalisasi sangat berimbas pada bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan oleh guru kepada siswa. Menurut Degeng (dalam Anik 2010), manusia yang dapat “hidup” di abad 21 adalah manusia yang kompetitif, cerdas, dan siap menghadapi perubahan. Oleh sebab itu, guna terjaganya keberlangsungan hidup manusia Indonesia di era ini, penyempurnaan tatanan pendidikan dapat ditingkatkan secara mutu dan kualitasnya melalui kegiatan belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan bagi siswa.

Indonesia selama ini tengah berupaya secara terus menerus untuk dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran inovatif yang mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompetitif. Namun, seperti sudah menjadi sebuah warisan, pembelajaran berbasis kelas (klasiskal) dengan menghandalkan metode ceramah menjadi strategi pembelajaran yang populer di Indonesia.

Dalam pembelajaran klasikal, proses belajar siswa terikat oleh dimensi ruang dan waktu, artinya siswa harus berada dalam ruang dan waktu yang sama dengan teman sekelas dan guru untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Jika mahasiswa tidak mampu datang pada salah satu kegiatan perkuliahan, ini berarti bahwa mahasiswa tersebut akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan dan skill yang baru.

Lebih lanjut (Annisa, 2013) menyatakan bahwa apabila ceramah menjadi satu-satunya metode pembelajaran, kemampuan siswa menjadi kurang terasah karena siswa tidak terbiasa untuk berpikir di luar konteks yang disampaikan oleh guru dan menjadi pasif dalam memilih sumber belajar tambahan di luar sumber belajar yang disediakan oleh guru. Padahal, guru tidak seharusnya menjadi satu-satunya sumber belajar, terutama di era digital dewasa ini, dimana sumber belajar bisa diperoleh dengan relatif mudah melalui bantuan teknologi informasi.

Oleh karena itu, perlu dicari alternatif untuk pembelajaran klasikal yang bisa mengatasi masalah tersebut tanpa menghilangkan perasaan ikatan sosial antara siswa dengan teman sekelasnya maupun antara siswa dengan gurunya. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya cukup dengan melakukan tatap muka klasikal seperti yang selama ini dilakukan.

Pembelajaran campuran (blended learning) merupakan program pendidikan formal yang memungkinkan siswa belajar (paling tidak sebagian) melalui konten dan petunjuk yang disampaikan secara daring (online) dengan kendali mandiri terhadap waktu, tempat, urutan, maupun kecepatan belajar (Staker, 2012).

Lebih lanjut, John Merrow (2012) menyatakan “blended learning is some mix of traditional classroom instraction (which in itself varies considerably) and instraction mediated by technology”. Dengan kata lain, pembelajaran campuran atau Blended learning merupakan perpaduan pembelajaran kelas tradisional dengan pembelajaran berbasis teknologi (modern).

Pendapat senada juga diungkapkan oleh Annisa (2014: 108) yang menyatakan bahwa blended learning merupakan suatu sistem belajar yang memadukan antara belajar secara face to face (bertatap muka/klasikal) dengan belajar secara online (melalui penggunaan fasilitas/media internet).

Berdasarkan paparan para ahli diatas, dapat didefinisikan blenden learning merupakan sebuah strategi belajar mengajar yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara memadukan pembelajaran berbasis kelas/ tatap muka dengan pembelajaran berbasis teknologi dan informasi yang dilakukan secaran daring (online).

Carman, (2005) mengungkapkan bahwa terdapat lima kunci untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan blended learning:

  1. Live Event. Pembelajaran langsung atau tatap muka (instructor-led instruction) secara sinkronous dalam waktu dan tempat yang sama (classroom) ataupun waktu sama tapi tempat berbeda (virtual classroom). Bagi beberapa orang tertentu, pola pembelajaran langsung seperti ini masih menjadi pola utama. Namun demikian, pola pembelajaran langsung inipun perlu didesain sedemikian rupa untuk mencapai tujuan sesuai kebutuhan. Pola ini, juga bisa saja mengkombinasikan teori behaviorisme, kognitivism dan konstructivism sehingga terjadi pembelajaran yang bermakna.
  2. Self-Paced Learning. Yaitu mengkombinasikan dengan pembelajaran mandiri (self-paced learning) yang memungkinkan peserta belajar kapan saja, dimana saja dengan menggunakan berbagai konten (bahan belajar) yang dirancang khusus untuk belajar mandiri baik yang bersifat text-based maupun multimedia-based (video, animasi, simulasi, gambar, audio, atau kombinasi dari kesemuanya). Bahan belajar tersebut, dalam konteks saat ini dapat disampaikan secara online (melalui web maupun melalui mobile device dalam bentuk: streaming audio, streaming video, dan e-book) maupun offline (dalam bentuk CD, dan cetak).
  3. Mengkombinasikan baik pendidik maupun peserta didik yang kedua- duanya bisa lintas sekolah/kampus. Dengan demikian, perancang blended learning harus meramu bentuk-bentuk kolaborasi, baik kolaborasi antar teman sejawat atau kolaborasi antar peserta didik dan pendidik melalui tool-tool komunikasi yang memungkinkan seperti chatroom, forum diskusi, email, website/webblog, dan mobile phone. Tentu saja kolaborasi diarahkan untuk terjadinya konstruksi pengetahuan dan keterampilan melalui proses sosial atau interaksi sosial dengan orang lain, bisa untuk pendalaman materi, problem solving dan project-based learning.
  4. Dalam blended learning, perancang harus mampu meramu kombinasi jenis penilaian baik yang bersifat tes maupun non-tes, atau tes yang lebih bersifat otentik (authentic assessment/portofolio). Disamping itu, juga perlu mempertimbangkan ramuan antara bentuk-bentuk assessmen online dan assessmen offline. Sehingga memberikan kemudahan dan fleksibilitas peserta belajar mengikuti atau melakukan penelitian tersebut.
  5. Performance Support Materials. Jika kita ingin mengkombinasikan antara pembelajaran tatap muka dalam kelas dan tatap muka virtual, perhatikan sumber daya untuk mendukung hal tersebut siap atau tidak, ada atau Bahan belajar disiapkan dalam bentuk digital, apakah bahan belajar tersebut dapat diakses oleh peserta belajar baik secara offline (dalam bentuk CD, MP3 dan DVD) maupun secara online. Jika pembelajaran dibantu dengan suatu Learning/Content Management System (LCMS), pastikan juga bahwa aplikasi sistem ini telah terinstal dengan baik dan mudah diakses.

Berdasarkan definisi mengenai blended learning yang telah dipaparkan, dalam tulisan ini akan lebih mendalam dibahas bagaimana posisi dan peran penggunaan strategi pembelajaran campuran ini dalam meningkatkan mutu pendidikan khususnya di indonesia. Kompleksitas permasalasan pendidikan Indonesia untuk dicarikan solusi dan alternatif pemecahannya menjadi tujuan kenapa pembelajaran campuran ini dikembangkan.

Berbekal pemahaman awal mengenai konsep dasar blended learning, penulis akan mencoba menyajikan kondisi pembelajaran saat ini dengan menghadirkan blended learning sebagai sebuah inovasi dalam dunia pembelajaran di Indonesia untuk mengatasi persoalan-persoalan yang tengah di hadapi dewasa ini.

Blended learning berkembang sekitar tahun 2000 dan sekarang banyak di gunakan di Amerika Utara, Inggris, Australia, kalangan perguruan tinggi dan dunia pelatihan (Dwiyogo, 2013). Sebagai sebuah strategi pembelajaran yang memadukan antara belajar secara face to face (bertemu muka/klasikal) dengan belajar secara online (melalui penggunaan fasilitas/ media internet), blended learning mendesain dan mengimplementasikan pembelajaran baik dalam hal isi maupun penyampaiannya dilakukan secara online.

Dalam hal ini, siswa tidak hanya mengandalkan materi yang diberikan oleh guru, tetapi dapat mencari materi dalam berbagai cara, antara lain, mencari ke perpustakaan, menanyakan kepada teman kelas atau teman saat online, membuka website, mencari materi belajar melalui search engine, portal, maupun blog, atau bisa juga dengan media-media lain berupa software pembelajaran dan juga tutorial pembelajaran. Berbagai inovasi penggunaan teknologi pembelajaran dengan sangat mudah dapat dicari dan dipergunakan ini, membuat penggabungan pembelajaran klasikal dengan pembelajaran berbasis online menjadi pilihan yang sangat tepat pada era digital saat ini.

Pendidikan merupakan kunci pembangunan masa mendatang bangsa Indonesia (Susila, 2015). Pendidikan dalam hal ini memberikan bekal pada setiap individu untuk meningkatkan kualitas keberadaan dan partisipasinya dalam gerak pembangunan. Ruth (dalam Susila, 2015: 3) menyatakan, salah satu komponen utama pendukung pembangunan di berbagai bidang tersebut dapat dilakukan melalui pemanfaatan ICT (Information and Communication Technology). Dengan kata lain, pembangunan masa mendatang bangsa Indonesia akan sangat berimbang apabila pembekalan pendidikan dengan pemanfaatan ICT dapat dipadukan menjadi sebuah ramuan yang dapat meningkatkan kematangan dalam diri siswa sehingga dia menyadari tujuan  dari belajar (kemandirian belajar).

Selama ini strategi pembelajaran yang populer di Indonesia adalah pembelajaran tradisional berbasis kelas (klasikal) dengan menggunakan metode ceramah. Dalam pembelajaran klasikal, proses belajar siswa terikat oleh dimensi ruang dan waktu yang mengharuskan siswa berada dalam ruang dan waktu yang sama dengan teman sekelas dan gurunya. Sedangkan penggunaan metode ceramah akan memngarahkan siswa menjadi kurang terasah karena tidak terbiasa untuk berpikir di luar konteks yang disampaikan oleh guru dan menjadi pasif dalam memilih sumber belajar tambahan di luar sumber  belajar  yang disediakan oleh guru. Padahal, guru sebagai bukan satu-satunya sumber belajar terutama di era digital dewasa ini, bisa diperoleh dengan relatif mudah melalui pemanfaatan ICT (Information and Communication Technology).

Kondisi ini akan menyebabkan kurang aktif serta kreatifnya siswa dalam mengembangkan dan mengeksplorasi pembelajaran dari berbagai sumber. Implikasinya, lulusan yang terbentuk tidak akan mandiri dan percaya diri karena merasa ketergantungan akan kegiatan pembelajaran yang bersumber pada guru semata. Lebih lanjut dalam jurnal penelitian karya Annisa Ratna Sari (2013) menyebutkan dampak lain dari penggunaan konsep belajar klasikal dengan metode ceramah akan menyebabkan kemampuan Critical Thinking mahasiswa menjadi kurang terasah karena mahasiswa tidak terbiasa untuk berpikir di luar konteks yang disampaikan oleh dosen dan menjadi pasif dalam memilih sumber belajar tambahan di luar sumber belajar yang disediakan oleh dosen. Oleh karena itu, strategi pembelajaran blended learning menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Kombinasi pembelajaran klasikal yang ditambahkan dengan penggunaan internet menjadi suplemen dalam peningkatan prestasi belajar siswa. Hal ini dikarenakan pedagogy yang dihasilkan lebih baik, meningkatnya akses dan fleksibilitas, serta meningkatnya biaya- manfaat (Annisa, 2013: 34). Penambahan inovasi pembelajaran akan membangkitkan kemandirian serta percaya diri siswa yang telah berusaha mencari dan mengeksplorasi sumber belajar tidak hanya dari guru saja. Kemandirian siswa memegang peran penting dalam keberhasilan belajar. Sandi (2012) menyatakan, siswa yang memiliki kemandirian tinggi unggul dalam blended learning yang lebih berpusat kepada siswa. Oleh sebab itu, peningkatan kemandirian siswa adalah suatu yang kritikal dalam meningkatkan hasil belajar yang perlu menjadi perhatian guru dan peneliti pendidikan lainnya.

Implikasi globalisasi dalam dunia pendidikan setidaknya membawa pendidikan Indonesia kedalam 4 (empat) prinsip, yaitu liberalisasi (kebebasan); privatisasi (kepemilikan personal); komersialisasi (perdagangan); dan standarisasi (pengelompokkan) (Suastika, 2015). Management sekolah dengan empat prinsip ini akan membentuk adanya persaingan yang begitu pesat.

Sekolah-sekolah berlomba-lomba meningkatkan mutu pelayanan pendidikannya untuk mendapatkan tempat terbaik di masyarakat. Tidak dapat terpungkiri berbagai tambahan belajar diberikan. Mulai dari kelas akselerasi (percepatan), sampai pada tambahan belajar pada kelompok kecil yang memerlukan tambahan bimbingan belajar. Hal inilah memicu pembelajaran klasiskal/tatap muka tidak cukup diberikan pada jam sekolah formal. Dampaknya, pemilihan strategi pembelajaran yang mampu menunjang ketidakcukupan belajar hanya dengan tatap muka menjadi pilihan. Oleh karena itu, blended learning menjadi salah satu alternatif guna terpenuhinya kebutuhan pendidikan yang dimaksud.

Teknologi dalam pembelajaran secara konseptual telah terbukti memberikan kontribusi pada kegiatan belajar dalam bentuk pengetahuan pemecahan masalah belajar, penyediaan tenaga profesi yang dapat membangkitkan pebelajar untuk belajar, aneka sumber belajar, dan keperluan informasi terbaru yang dapat diakses secara cepat (Susila: 2015, 4). Lebih lanjut Amali (dalam Susila, 2015) menyatakan ICT yang berkembang begitu pesat telah memberikan kemudahan terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan khususnya para pelajar.

Pembelajaran berbasis teknologi informasi seperti -e-learning oleh pemerintah juga begitu diharapkan penerapkembangannya. Boediono (2013) saat memberikan Perkuliah Perdana Universitas Surya di Jakarta menyatakan, “E-learning, apabila didesain dengan baik, akan dapat menjawab sebagian besar dari hambatan. Dan dengan itu, pemerataan pendidikan dapat kita percepat”. Dengan kata lain, pembelajaran berbasis daring (online) memberikan efek positif dalam pengatasan tantangan pendidikan Indonesia. Berangkat dari pemikiran ini pula kehadiran blended learning menjadi sebuah solusi yang esensial dengan kebutuhan bangsa saat ini.

Melihat pentingnya strategi belajar blended learning pada era digital saat ini, beberapa ahlipun berpendapat kenapa blended learning menjadi pilihan strategi pembelajar saat ini. Graham (dalam Annisa, 2013) menjelaskan tiga alasan penting kenapa seorang pengajar lebih memilih mengimplementasikan blended learning dibandingkan pembelajaran online maupun klasikal, yaitu: pedagogy yang lebih baik, meningkatnya akses dan fleksibilitas, serta meningkatnya biaya- manfaat

Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa blended learning lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dengan sistem tatap muka maupun dengan sistem e-learning atau pembelajaran online. Tingkat efektifitas tersebut ditunjang dengan kelebihan yang dimiliki oleh pembelajaran dengan sistem pembauran (blended learning), sebagai berikut:

  1. Penyampaian pembelajaran dapat dilaksanakan kapan saja dan dimana saja dengan memanfaatkan sistem jaringan
  2. Peserta didik memiliki keleluasan untuk mempelajari materi atau bahan ajar secara mandiri dengan memanfaatkan bahan ajar yang tersimpan secara
  3. Kegiatan diskusi berlangsung secara online/offline dan berlangsung diluar jam pelajaran, kegiatan diskusi berlangsung baik antara peserta didik dengan guru maupun antara antar peserta didik itu
  4. Pengajar dapat mengelola dan mengontrol pembelajaran yang dilakukan siswa diluar jam pelajaran peserta
  5. Pengajar dapat meminta kepada peserta didik untuk mengkaji materi pelajaran sebelum pembelajaran tatap muka berlangsung dengan menyiapkan tugas- tugas pendukung.
  6. Target pencapaian materi-materi ajar dapat dicapai sesaui dengan target yang ditetapkan
  7. Pembelajaran menjadi luwes dan tidak kaku

Tentunya, pembelajaran dengan konsep kombinasi/pembauran selain memiliki kelebihan-kelebihan di atas juga memiliki kekurangan-kekurangan, antara lain:

  1. Pengajar perlu memiliki keterampilan dalam menyelenggarakan E-learning
  2. Pengajar perlu menyiapkan waktu untuk mengembangkan dan mengelola pembelajaran sistem E-learning, seperti mengembangkan materi, menyiapkan assesment, melakukan penilaian, serta menjawab atau memberikan pernyataan pada forum yang disampaikan oleh peserta didik.
  3. Pengajar perlu menyiapkan referensi digital sebagai acuan peserta didik dan referensi digital yang terintegrasi dengan pembelajaran tatap muka
  4. Tidak meratanya sarana dan prasarana pendukung dan rendahnya pemahaman tentang
  5. Diperluken strategi pembelajaran oleh pengajar untuk memaksimalkan potensi blended learning.

Potensi penerapan pembelajaran dengan sistem blended learning sangat memungkinkan untuk dilaksanakan, ini seiring dengan berkembangan teknologi informasi dan komunikasi bagi dari segi menjamurnya aplikasi pendukung juga disertai dengan meratanya pemanfaatan teknologi tersebut bagi masyarakat, sehingga kekurangan-kekurangan seperti yang disebutkan di atas dapat diatasi dengan adanya kemauan yang besar dari pengajar.

Apapun bentuk strategi, metode ataupun model pembelajaran yang diterapkan dan dimanfaatkan dengan baik dan tepat di dalam pendidikan akan memperluas kesempatan belajar, meningkatkan efisiensi, meningkatkan kualitas pembelajaran, memfasilitasi pembentukan keterampilan, dan mendorong belajar sepanjang hayat secara berkelanjutan seperti yang disampaikan pada awal tulisan ini. Blended learning bukanlah satu-satunya alternatif dalam mengatasi permasalahan pembelajaran. Namun di tengah pesatnya arus informasi dan komunikasi diberbagai lapisan masyarakat, menjadikan blended learning solusi esensial masa kini.

Penulis: RINI, S.Th NIP: 19840117201101 2 005 SMP NEGERI 1 BELITANG HULU, KECAMATAN BELITANG HULU, KABUPATEN SEKADAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT