(FOTO ILUSTRASI)

Sepikul Spekulasi Memancing Inspirasi

        “Setinggi-tingginya manusia, dia tetap manusia”. Memulai dengan kalimat inspiratif yang memantik saya menemukan ide lain dalam menulis. Kalimat di atas adalah kalimat yang bisa dipahami dari bebagai sudut pandang. Saya tidak tinggi tapi saya juga manusia, atau saya tidak tinggi tapi saya ingin tinggi tapi saya tetap manusia. Banyak pemahaman yang muncul, bahkan disertai oleh cara dan proses.

         Setiap manusia pasti belajar, baik di sekolah ataupun di luar sekolah, oleh sebab itu belajar tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Namun pendidikan merupakan suatu kegiatan yang harus dilegalitaskan dengan tujuan meningkat SDM yang berkualitas, berkompeten dan berintegritas. Bayangin jika tidak ada sekolah di Indonesia, pasti industri sepatu, tas, tekstill, alat tulis tidak akan semerbak. Namun saya tidak membahas tersebut dengan panjang karena akan menambah hal tidak penting dalam pikiran saya.

       Pemerintah mencanangkan wajib belajar 9 tahun, dan menggratiskan pendidikan selama 9 tahun. Bahkan ditengah Pandemi COVID-19, pemerintah tidak henti-hentinya menggempur dunia pendidikan dengan pemantik-pemantik yang hebat. Pemantik ini memicu guru-guru untuk terus berinovaso menaklukan teknologi. Era 4.0 merupakan era dimana teknologi berkembang secara cepat. Teknologi sendiri berfungsi meringankan pekerjaan manusia. Dan guru juga merupakan manusia bukan tuhan-tuhan kecil, yang bekerja tanpa memerlukan bantuan

         Teknologi 4.0 merupakan bagian yang tidak terelakan dalam kehidupan, kedua tangan kita tidak akan mampu menghalau teknologi merasuk ke dunia pendidikan. Aplikasi-aplikasi berbasis teknologi dan sistem-sistemnya sudah merayap dan menebar benihnya kedunia pendidikan. Whatsapp, Google, Facebook, Telegram dan lain-lain, berubah fungsi sebagai alat penyampai materi kepada peserta didik di tengah pandemi COVID-19. Bahkan aplikasi-aplikasi berbasis pendidikan yang mampu memberikan penjelasan secara mendetail mengenai materi apapun secara terperinci. Edmundo, ruang guru, KIPIN adalah sebagai contoh sebagai contoh ruang maya tanpa tembok yang mampu memberikan penjelasan secara terperinci dan jelas.

        Teknologi jelas sudah amat digandrungi oleh setiap manusia, sebut saja gawai, smartphone atau tablet dengan berbagai jenis aplikasi didalamnya. Namun teknologi tidak mampu memberikan sentuhan, inspirasi dan teladan. Setiap pekerjaan memiliki tanggung jawab dan setiap usaha yang dihasilkan menjadikan setiap pekerja yang mengelolah pekerjaan memperoleh upahnya. Namun sayangnya kata guru bukan merupakan sebuah pekerjaan.

        Guru adalah sebuah profesi yang menuntut sebuah kualitas dan kompetensi. Guru juga manusia yang pada hakikatnya masih harus terus belajar, meskipun sesekali jenuh, tapi tahukah anda kejenuhannya tersebut membuatnya menyadari bahwa dia tidak berdaya. Kami berpikir bagaimana peserta didik mampu memahami setiap detail materi pembelajaran.

      Setiap guru adalah jenderal-jenderal di medan perang, membaca materi, menyiapkan media pembelajaran, merancang pembelajaran, menyusun sintak-sintak pembelajaran. Memahami kelebihan dan kelemahan peserta didiknya, memahami, memotivasi, menginspirasi, memantik, mendorong, menjadi teladan bagi peserta didiknya untuk menjadi manusia yang sebenar-benarnya manusia. Jika hidup adalah sebuah lingkaran, maka  kami akan berpikir bagaimana membentuk lingkaran dengan cara yang berbeda setiap harinya. Bahkan Pandemi COVID-19 tidak membuat kami terpaku dengan berdiam diri, kami mungkin tidak sehebat para pakar IT dan semahir para desainer program dalam menggunakan teknologi. Namun kami sedang menjadi hebat dengan tetap terus ingin belajar.

          Dalam narasi saya sebelumnya, saya membicarakan sebuah ide tentang “pendidikan mengudara” pada koran web ini, kemudian pada narasi saya di The Journalish Publishing saya melemparkan sebuah judul tentang “Umar Bakrie Roger Ganti”. Kedua ini merupakan satu kesatuan yang sengaja saya pecah menjadi dua bagian. Sebagai wujud pengabdian saya pada masyarakat. Pendidikan mengudara dan Umar Bakrie Roger Ganti adalah benang merah yang bisa digabungkan dengan podcast. TV sekolah dan Shine FM merupakan program yang saya munculkan dengan tujuan membuat setiap peserta didik menyaksikan pembelajaran yang disampaikan oleh guru secara langsung dari Youtube, sementara Shine FM dipergunakan untuk membantu peserta didik yang tidak memiliki smartphone dan kuota.

       Sekolah idaman bukan hanya tentang sebuah gedung dengan setumpuk layanan teknologi, bukan hanya tentang dispilin, ruangan dan fasilitas yang berstandar internasional, atau sekolah yang menggunakan bahasa asing. Sekolah idaman adalah sekolah yang menjadi tempat ternyaman kedua setelah rumah, tempat yang dirindukan, dimana seorang anak merasa begitu dihargai, dikasihi, tenang dan bahagia belajar di dalamnya.

          Sekolah idaman bukan hanya berbicara tentang ukuran dan kemewahan sebuah tempat belajar, sekolah idaman adalah tempat dimana setiap guru menjadi inspirasi bagi peserta didiknya. Sekolah idaman adalah program sekolah orang tua, program lembaga-lembaga masyarakat, program sekolah motivasi yang mendukung keberhasilan sebuah pembelajaran. Lalu apakah program-program ini terpisah? tidak program-program ini adalah satu kesatuan yang membuat jaring-jaring kuat yang elastik pembentuk ekosistem pendidikan yang inovatif, kreatif dan produktif. Sekolah, orang tua dan masyarakat adalah segitiga emas yang kuat bagi pendidikan yang berkualitas.

       Saya pernah training di school of tomorrow di Lippo Karawaci, sekolah dengan sistem pendidikan yang begitu menarik buat saya, dalam satu sekolah hanya ada 9 peserta didik, berbahasa Inggris, dengan ruang istirahat yang sangat nyaman, ruang bermain yang aman dan menyenangkan dan setiap siswa diantar jemput. Dalam satu kelas ada supervisor dan asisten supervisor. School of Tomorrow memiliki siswa dengan level yang berbeda, diberi kebebasan materi apa yang ingin dikuasainya hari ini, jika anak-anak ini ingin bertanya maka ada bendera yang diangkat untuk bertanya. Ada meja berdiri untuk mereka belajar, diruangan peserta didik tidak di wajibkan duduk, mereka diizinkan untuk bergerak, ketika mereka mampu menguasai 80 persen materi maka mereka diizinkan mempelajari pelajaran lainnya, namun 80 persen yang ditawarkan untuk kelulusan, peserta didik wajib memahami dan menjelaskan kembali dengan narasi tentang pertanyaan terkait materi oleh supervisor dan asisten supervisor.

          Kemudian di Kabupaten Kapuas, saya mengetahui bahkan menjalani sebuah sekolah akselerasi, peserta didik dalam satu kelas hanya 4 orang. Dengan IQ 126 dan memiliki peringkat 1,2,3 dari sekolah asalnya. Kelas akselerasi ini hanya berjalan 5 tahun dari 6 tahun yang harus dijalaninya. Kelas akselerasi belajar pada pukul 6.30 WIB sampai dengan 2.45 WIB. Dengan guru-guru yang mengajar sesuai dengan bidangnya.

           Sekolah-sekolah dengan standar pendidikan internasional, memiliki peseta didik yang begitu pintar, apakah mampu menjadikan sekolah menjadi sekolah idaman, tanpa seorang guru? Saya jadikan ini sebagai pertanyaan bagi para pembaca untuk merefleksikan diri. Apakah orang tua mampu menghadirkan sekolah dan mengajar seorang diri dirumah? apakah kepala sekolah mampu memanejarial sekolah tanpa bantuan seorang guru?apakah guru bisa maju tanpa peran masyarakat? Jika jawabannya bisa, beri penjelasan. Jika tidak, mengapa?

       Saya menjawab hal ini sebagai sebuah refleksi dan perenungan diri selama 9 tahun 10 bulan saya menjadi veteran dalam dunia pendidikan. Inilah refleksi saya tentang menjadi seorang pendidik. Saya pernah menangis ketika peserta didik saya sakit dan obatnya tidak ada, ketika mendengar anak didik saya mengalami memar-memar ditubuhnya dengan lokasi yang seharusnya tidak layak untuk dipukul, ketika mereka bercerita tidak makan pagi karena dilarang makan pagi. Saya tertawa ketika peserta didik saya bercerita lucu bahkan bisa smpai dengan terbongkok-bongkok. Saya menganggap mereka sebagai anak-anak yang memang bukan dari rahim saya, tapi saya yang mendampingi mereka dalam setengah hari dari hidupnya. Saya adalah tukang ojek mereka ketika mereka harus mengikuti perlombaan membela nama sekolah.

         Saya adalah tukang kue ketika saya mencari dana berkeliling kantor dengan status PNS Guru untuk mereka maju ke FLS2N tingkat propinsi, saya adalah orang tua yang menyiapkan dada dan punggung saya mendengar anak-anak saya bercerita. Hingga tidak heran bahkan mama dari anak didik saya meminta pendapat kepada saya tentang anak mereka. Saya adalah perawat yang jika peserta didik saya jatuh, tertusuk paku, terlempar bata berlari kencang menggendongnya dan membawanya ke Puskesmas Selat.

          Inspirasi bagi peserta didik adalah harapan saya, refleksi-refleksi dari kacamata Oemar Bakrie, bebaskan kami mendidik anak-anak bangsa, karena memang kami bukan orang hebat, tapi meski kami harus tertunduk kami mendorong anak bangsa menjadi orang hebat. Meski kami pernah dipanggil ke Polres atas pengaduan orang tua murid. Tidak apa kami yang memohon maaf, bersuara nyaring itulah saya,terkenal galak tapi mereka selalu mengadu kepada saya.

         Sekolah idaman adalah seolah dengan sepikul spekulasi yang memancing inspirasi, dimana setiap gurunya berwibawa, bermartabat dan sejahtera. Sekolah yang produktif bukan sekolah yang mandul. Saya menutup narasi saya dengan sebuah refleksi dalam puisi

Uap dari mata

Matahari mulai terbit

Membawa harapan berlari sengit

Kusambut dirimu dengan ceria

Dengan harapan engkau bahagia

                        Dalam doaku kusebut huruf-huruf dirimu

                        Kuharap kejayaan mengiringi langkahmu

                        Tak kuharap kau mengingat aku

                        Ketika kulihat kau melampaui langkahku

Jika dirimu telah telah bertahta

Ingatlah selalu pada yang kuasa

Hanya doa mengiringimu

Diiringi uap air mata

Bagimu wahai anak didikku

Penulis Artikel: HERLINA VERAWATI, S. Pd, NIP 19800607 201101 2 002, GURU SDN ANJIR PULANG PISAU 3 KECAMATAN KAHAYAN HILIR KABUPATEN PULANG PISAU