HAPAKAT – Minimnya buku-buku bermuatan budaya lokal yang masuk ke dunia pendidikan khususnnya pada tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) dinilai masih minim.

Kondisi ini dikhawatirkan berdampak terjadinya pergeseran indentitas dan pengetetahuan seseorang terhadap budaya lokal di daerah setempat.  Hal tersebut disampaikan Damang Adat Kecamatan Kahayan Hilir, Darius A Kung.

Dikatakan Darius seharusnya pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan bisa betul-betul berhitung akan komposisi buku-buku yang mengandung budaya lokal yang memang layak untuk dimasukan ke dalam dunia pendidikan. Jadi tidak sebatas pada pelajaran muatan lokal saja.

Dengan masuk-masuknya buku yang didalamnya memuat lokal, sebut saja seperti buku yang mengulas tentang kesenian karungut, buku, tarian-tarian daerah, cerita rakyat lokal dan sejenisnya akan diketahui sejak dini. Menurut Darius hal ini memiliki efek yang besar bagi pengetahuan dan kelestarian berbagai budaya lokal.

Dilanjutkan Darius lagi, jika saat ini jumlah buku-buku muatan lokal sangat terbatas dan sedikit sekali yang membukukannya. Solusinya adalah dengan melibatkan para pelaku seni, tokoh adat dan masyarakat yang dinilai memiliki keilmuan yang matang di bidang kesenian dan budaya lokal agar mau membukukan ilmu  dan pengetahuan yang dimiliki.

Menurut Darius, banyak sekali para pelaku seni, budaya dan tokoh adat yang punya pengetahuan dan minat yang besar untuk melestarikan seni budaya lokal. Namun, sering kali yang menjadi masalah adalah kurangnya dukungan, misalnya ketiadaan dana untuk membukukan karya-karya seni dan budaya lokal setempat. Disini harusnya peran pemerintah untuk bisa ambil bagian melalui dinas terkait, dengan melakukan inventarisir apa saja budaya lokal yang perlu dilestarikan dan dibuat ke dalam buku, selanjutnya setelah dicetak dimasukan ke sekolah-sekolah. (HPK-05AYU)