(FOTO ILUSTRASI MASYARAKAT ADAT/ KOLEKSI dr PANDE PUTU GINA)

TRANS HAPAKAT – Sekertaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pulang Pisau Tony Harisinta (18/10/2021) dalam sambutannya di kegiatan sosialisasi tata cara pengakuan keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang dilaksanakan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) bekerjasama dengan Borneo Nature Foundation (BNF) mengatakan bahwa masyarakat hukum adat merupakan kelompok masyarakat yang teratur, yang bertingkah laku sebagai kesatuan, menetap di suatu daerah tertentu, memiliki hukum adat masing-masing dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang berwujud ataupun tidak berwujud serta menguasai sumber daya alam.

Dikatakan Tony Harisinta, berdasarkan UUD 1945 Pasal 18 b ayat (2) sebagai hasil amandemen kedua dinyatakan, bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan diatur di dalam Undang-Undang (UU).

Selain itu, sebagaimana Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 15 Tahun 2008 tentang kelembagaan adat Dayak di Provinsi Kalimantan Tengah dijelaskan, bahwa masyarakat adat Dayak adalah semua orang dari keturunan suku Dayak yang berhimpun, berkehidupan, dan berbudaya sebagaimana tercermin dalam kearifan lokalnya dengan bersandar pada kebiasaan adat istiadat dan hukum adat.

Masyarakat hukum adat adalah Warga Negara Indonesia yang memiliki karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis sesuai hukum berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.

Tony Harisinta menjelaskan, sebagaimana amanat dari peraturan menteri tersebut, sebelum pemerintah menetapkan suatu kawasan hutan adat, maka langkah awalnya adalah perlu dilakukannya adalah identifikasi terlebih dahulu. Seperti ,sejarah masyarakat adatnya, letak serta batas wilayah adat, hukum adat, harta kekayaan atau benda-benda adat, kelembagaan dan sistem pemerintahan adat.

Setelah melalui proses tersebut itu, terang dia, selanjutnya dilakukan verifikasi dan validasi masyarakat hukum adat untuk ditetapkan oleh Bupati melalui Peraturan Daerah (Perda). Setelah dilakukan penetapan masyarakat hukum adat melalui keputusan bupati maka proses pengusulan penetapan hutan adat diverifikasi dan divalidasi oleh Direktorat Jenderal Pengaduan Konflik, Tenurial, dan Hutan Adat (PKTHA) hingga dilakukan penetapan hutan adat oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pulang Pisau Wartony mengatakan bersama Borneo Nature Foundation (BNF) melaksanakan sosialisasi tata cara pengakuan keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kabupaten Pulang Pisau agar diketahui masyarakat secara luas.

Maksud dan tujuan sosialisasi ini,  terang Wartony, agar masyarakat adat bisa memahami tata cara untuk membentuk masyarakat hukum adat, sehingga nantinya masyarakat adat mendapatkan legalitas atau pengakuan terhadap masyarakat hukum adat.

Sosilisasi terkait dengan tata cara pengakuan masyarakat hukum adat ini dilakukan, mengingat tidak semua kabupaten di Kalimantan Tengah memiliki atau menerbitkan keputusan pemerintah daerah terkait pengakuan masyarakat hukum adat. (Penulis: HERI WIDODO/ Editor: DUDENK)