TRANS HAPAKAT – Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan Pemberdyaan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AK2KB) Kabupaten Pulang Pisau Ma’ruf Kurkhi (27/5/2022) mengungkapkan pencegahan pernikahan kalangan anak remaja usia dini diperlukan kolaborasi dan sinergitas seluruh pihak demi mengatasi masalah yang berisiko bagi masa depan generasi.
Dikatakan Ma’ruf, perkawinan di usia dini memiliki dampak dan kecenderungan menurunkan kualitas hidup pasangan dikarenakan masa tumbuh kembang anak yang belum dewasa yang berpotensi timbulnya resiko buruk yang dihadapi. Diantaranya resiko persalinan, resiko stunting, putus sekolah hingga terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Menurut Ma’ruf, seperti buah simalakama di satu sisi pemerintah daerah setempat fokus menekan penurunan angka stunting, disisi lain pencegahan perkawinan anak usia dini masih sulit untuk di kendalikan. Banyaknya faktor yang mendasari terjadinya pernikahan usia dini, baik dari faktor ekonomi, faktor kecelakaan dalam pergaulan, hingga ketidakmengertian masyarakat tentang resiko.
Kemudian faktor pendidikan yang rendah juga sebagai salah satu aspek yang mempengaruhi fenomena terjadinya pernikahan anak usia dini di masyarakat, termasuk juga adanya nikah siri. Selain itu, masih adanya suatu angapan atau keyakinan di masyarakat desa, bahwa jika perempuan berusia diatas 20 tahun belum menikah maka dianggap perawan tua.
Lanjut dikatakan Ma’ruf, kompleksitas permasalahan baik pernikahan usia dini dan permasalahan stunting akan menyebabkan penurunan produktivitas, kualitas sumber daya manusia (SDM), dan mempunyai dampak buruk terhadap perkembangan seperti fungsi reproduksi hingga terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan pada anak di usia dini juga dapat melahirkan generasi stunting.
Ma’ruf menjelaskan sebagai OPD yang menangani terkait permasalahan pernikahan usia dini telah berupaya secara terintegrasi dalam pencegahan perkawinan usia dini, dengan melibatkan beberapa duta yang telah dikukuhkan untuk melakukan edukasi dan sosialisasi tentang resiko perkawinan dini di masyarakat dan salah satu penyebab stunting adalah perkawinan dini.
Sesuai data kasus, terang Ma’ruf, sejak bulan Januari sampai pertengahan Mei 2022, DP3AK2KB setempat telah melayani mediasi sebanyak tiga pasangan pernikahan dalam satu bulan. Kondisi yang lebih memprihatinkan pada saat dilakukan mediasi rata-rata pihak perempuan sudah positif, ini hal yang menjadi dilema. Mau tidak mau dan terpaksa harus memberikan rekomendasi untuk menjalani persidangan di Pengadilan Agama (PA) untuk bisa melaksanakan pernikahan meskipun usia masih belum mencukupi sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perkawinan.
Lebihlanjut dikatakan Ma’ruf, antara pencegahan perkawinan usia dini dan penurunan angka stunting dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Pihaknya bersama Kantor Urusan Agama (KUA) tingkat kecamatan telah membuat kesepakatan terkait dengan pencegahan perkawinan usia dini. Diharapkan pemerintah desa juga secara pro aktif memberikan adukasi kepada warga khususnya para orang tua untuk bisa melakukan pengawasan terhadap anak lebih maksimal, sehingga upaya pencegahan perkawinan usia dini dan penurunan stunting di kabupaten setempat bisa terwujud. (Penulis: HERI WIDODO/ Editor: DUDENK)