TRANS HAPAKAT – Lamang atau Lemang. Jajanan tradisional yang terbuat dari bahan beras ketan ini sudah tidak asing bagi masyarakat suku Dayak Kalimantan. Jajanan yang hampir ada sedikit kemiripan dengan lontong ini, sama-sama dibungkus daun pisang, hanya saja untuk bahan baku dan proses pengolahan yang berbeda.
Lamang biasanya disajikan untuk hidangan ringan dan sering menjadi jajanan tradisional dalam kegiatan acara adat, dan pesta pernikahan. Dalam bulan ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, jajanan ini juga hadir sebagai menu tambahan. Seiring perjalanan waktu, jajanan tradisional ini masih tetap bertahan bersaing dengan jajanan tradisional lain dan modern.
Namun, tidak bagi sebagian masyarakat di Kalimantan khususnya di Kabupaten Pulang Pisau, masih ada para pembuat Lamang yang menggeluti dan menjadi sumber pengasilan usaha keluarga. Jajanan tradisional ini hampir sama dengan Lamang yang di setiap berbagai daerah di Indonesia, tetapi Lamang khas Kalimantan buatan asli suku Dayak dipastikan berbeda dari segi citra rasa, aroma, cara, dan lama proses pembuatan.
www.transhapakat.web.id mencoba menemui Rumiyah, wanita berusia 50 tahun masih menggeluti pembuatan dan menjual jajanan Lamang di pasar tradisional Desa Jabiren Kecamatan Jabiren Raya Kabupaten Pulang Pisau. Tidak jarang setiap minggu, dirinya juga berjualan di pasar mingguan di Kelurahan Pulang Pisau Kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau.
Menurutnya, jajanan lemang ini sudah ada sejak Ia masih anak-anak. Sekarang ini, sudah sedikit orang yang membuatnya, karena dalam proses pembuatan Lamang ini agak sedikit sulit, harus di bakar, dan membutuhkan kesabaran.
Untuk bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan Lamang ini terbilang sangat sederhana. Bahan baku yang digunakan diantaranya, beras ketan, air santan kelapa, garam, daun pisang, dan juga bambu.
Proses pembuatan, terang Rumiyah, beras ketan yang sudah di olah selanjutnya dikasih garam sesuai dengan porsi dan kebutuhan. Air santan dimasukan dalam bungkusan beras ketan dengan menggunakan daun pisang. Setelah itu, masukkan ke dalam bambu yang sudah di potong-potong sesuai dengan ukurannya. Setelah proses selesai, baru bambu yang sudah terisi dibakar dengan yang apinya tetap terjaga. Proses pembakaran dilakukan selama dua sampai empat jam untuk mendapatkan hasil Lamang yang maksimal.
Rumiyah mengaku, harga Lamang yang dijual di pasaran untuk satu potongan bambu seharga Rp25 ribu. Untuk eceran yang sudah dipotong-potong dijual seharga Rp5 ribu.
Bagi para pelaku usaha kecil seperti dirinya, kendala yang sering dihadapi adalah kenaikan harga bahan beras beras ketan. Harga satu karung yang berisi 25 kilogram beras ketan saat ini sudah mencapai harga Rp400 ribu dari sebelumnya yang hanya dibeli seharga Rp300 ribu. Selain itu juga bambu yang digunakan sudah sulit dicari, karena bambu yang digunakan khusus untuk bisa dibakar.
Ditengah kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, sulit bagi penjual Lamang untuk bisa menaikan harga karena harus bersaing dengan aneka jenis jajanan tradisional lain.
Rumiyah juga beharap, masyarakat tidak melupakan jajanan tradisional Lamang yang sudah menjadi tradisi selama turun-menurun dan memiliki nilai historis bagi masyarakat Kalimantan. Apabila tidak dilestarikan, jajanan tradisional ini mulai dilupakan dan para pembuat Lamang juga semakin berkurang. (Penulis: ARIEF SUSENO/ Editor: DUDENK)