HAPAKAT – Pengolahan lahan tanpa bakar masih menjadi permasalahan bagi para petani imbas larangan pembakaran lahan dan hutan. Akibatnya hasil produksi beras merah di Kabupaten Pulang Pisau ikut menurun.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pulang Pisau, Slamet Untung Rianto (29/11) mengatakan secara otomatis larangan membakar lahan menjadi kendala bagi petani yang belum tersentuh alat mesin pertanian (Alsintan) yang jumlahnya masih terbatas. Petani membutuhkan tenaga lebih ektra lagi dalam mengolah lahan.

Tingginya biaya pengolahan lahan tanpa bakar dengan biokomposer agar pelapukan terhadap kayu-kayu dan rumput dapat lebih cepat, masih bisa dijangkau oleh petani untuk mendapatkan cairan yang tergolong obat semprot, sehingga bantuan-bantuan seperti ini masih sangat dibutuhkan oleh para petani beras merah.

Untuk Kabupaten Pulang Pisau, kata Slamet, tiga desa di Kecamatan Jabiren Raya menjadi daerah potensial untuk pengembangan beras merah. Yaitu Desa Simpur, Desa Henda, dan Desa Sakakajang. Dimana beras merah di tiga desa tersebut memiliki rasa yang berbeda dari beras merah yang ditanam ditempat lain.

Slamet menjelaskan, pembudidayaan beras merah sebenarnya tidak hanya dilakukan di tiga desa tersebut tetapi bisa saja dikembangkan di desa lain, hanya saja hasil beras merah di tiga desa ini memiliki rasa yang cukup berbeda.

Slamet mengatakan, ada beberapa hal yang mempengaruhi rasa dari beras merah yang ditanam di Kecamatan Jabiren Raya adalah struktur tanah yang terletak pada daerah gambut. (HPK-05AYU/ @DENK)