TRANS HAPAKAT – Hampir lebih dari setahun Ekalamiati warga Desa Wono Agung, Kecamatan Maliku, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah masih bertahan menggeluti usaha kecilnya sebagai penjual jamu tradisional ditengah kemajuan zaman dengan tangan racikannya mengolah berbagai jenis rempah-rempah sebagai hidangan minuman yang menyehatkan bagi tubuh.
Kepada www.transhapakat.web.id, Eka menceritakan, awal memulai menekuni usaha menjual jamu tradisional karena memiliki kegemaran suka mengkonsumsi jamu buatan sendiri. Ternyata, tidak sedikit tetangga yang ingin mencoba dan pesananpun semakin banyak.
Wanita berusia 34 tahun ini mengungkapkan dengan berbekal modal seadanya dan kepiawaian dalam meracik jenis rempah-rempah dengan khasiat herbal tersebut, kini mulai banyak peminat hingga ke desa-desa lainnya ada yang memesan. Kesempatan ini tidak disia-siakan dan mulailah mencoba inovasi dengan mengemasnya menggunakan botol disertai label agar cara ini semakin dikenal banyak orang.
Eka mengatakan, agar jamu tradisional tetap eksis ditengah masyarakat juga selalu dipromosikan menggunakan media sosial pribadi. Selain rasa jamu yang khas, harga yang ditawarkan juga tidak terlalu mahal agar minuman yang menyehatkan tubuh dengan resep turun temurun ini semakin digemari berbagai kalangan.
Eka mengungkapkan, beberapa jenis jamu tradisional yang dibuat sendiri diantaranya kunyit asam, wedang jahe, dan beras kencur. Harganya juga cukup relatif murah mulai dari Rp20 ribu botol kecil hingga Rp100 ribu disesuaikan dengan ukuran kemasan. Tidak ada nama khusus, produk jamu yang dibuatnya hanya diberi nama Mama Aqila sesuai dengan nama panggilan anaknya.
Ibu dua anak ini mengatakan banyak manfaat jika mengkonsumsi minum jamu tradisional. Seperti jamu kunyit asam yang dikenal mampu mengatasi pegal-pegal dan mengembalikan stamina pada tubuh kita disaat sedang lelah sehabis beraktivitas.
Selanjutnya juga ada jamu beras kencur, sambung Eka, minuman ini juga dipercaya memiliki khasiat mampu meredakan nyeri badan, perut kembung, dan rasa mual. Jamu ini hampir sama seperti temulawak yang bisa meningkatkan nafsu makan kita.
Bagi dirinya, sebagai pembuat dan penjual jamu merupakan hal yang menyenangkan meskipun hasil dari keuntungan penjualan tidak terlalu besar, namun cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan ditabung untuk bekal anak melanjutkan sekolah. Keahlian meracik jamu secara tidak langsung juga melestarikan jamu tradisional agar tetap ada.
Eka berharap, usaha jamu tradisional yang ditekuni cukup lama ini bisa terus berkembang dan semakin banyak pembeli. Begitu juga dengan budaya minum jamu tradisional Indonesia tidak terganti dengan produk asing.
Informasi yang dihimpun dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bahwa di era globalisasi sekarang ini pemanfaatan obat herbal telah meluas ke seluruh dunia dan dikenal sebagai trend gaya hidup kembali ke alam atau back to nature.
Indonesia dengan kaya keanekaragaman hayati yang melimpah dan belum termanfaatkan secara optimal. Jamu tradisional mempunyai peluang besar mengambil peran melalui pengembangan industri herbal medicine, cosmeceutical dan nutraceuticall. Di sisi lain potensi pengembangan bisnis obat herbal di dalam negeri masih terbuka lebar, dengan adanya kebiasaan konsumsi jamu masyarakat Indonesia.
Riset kesehatan pada tahun 2018 menunjukkan data 48 persen masyarakat mempunyai kebiasaan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional dalam upaya kesehatan, salah satunya dengan mengkonsumsi jamu. Hal ini menunjukkan bahwa budaya minum jamu merupakan tradisi leluhur bangsa yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. (Penulis: ARIEF SUSENO/ Editor: DUDENK)