TRANS HAPAKAT – Usaha tidak akan menghianati hasil, kata yang tepat diberikan kepada Siprianus Supriyanto, pria berusia 56 tahun merupakan petani hortikultura Desa Garung Kecamatan Jabiren Raya Kabupaten Pulang Pisau.
Setelah melewati berbagai proses kegagalan dan keberhasilan, dari hasil kebun holtikultura, Siprianuda setiap bulannya kini dirinya bisa meraup omset keuntungan sebesar Rp25 Juta hingga sampai Rp30 Juta.
Pria kelahiran Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan yang kini menetap di desa setempat mengungkapkan, menjadi petani holtikultura tidaklah terlalu sulit. Asal ada kemauan dan semangat tentu hasilnya memuaskan. Pada dasarnya sebelum memulai seni bercocok tanam yang harus diperhatika adalah memahami jenis terlebih dahulu. Dalam bidang holtikultura ada beberapa macam tumbuhan seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan ada juga tanaman hias.
Dirinya mengatakan, selama menjadi pertani holtikultura pasti ada pasang surut kegagalan. Hal yang pernah dialami gagalnya panen akibat banjir yang membuat semua tanaman yang ada rusak. Tidak ada hasil yang didapat dan hanya mengalami kerugian yang cukup besar.
Menurut Siprianus, situasi seperti itu harus diterima bahkan kondisi ini pernah dialami oleh petani lain. Saat terjadi kegagalan harus bisa segera bangkit dengan semangat baru, asalkan tidak pernah menyerah lambat laun semua bisa terlewati.
Ia mengungkapkan, lahan yang saat ini digunakan untuk bertanam yaitu seluas hanya 5000 meter persegi atau setengah hektar. Ada beberapa jenis sayuran yang ditanam seperti terong, mentimun, tomat, pare, cabai, mentimun hingga menanam buah melon.
Untuk proses tanam, dirinya dibantu satu orang pekerja, bahkan bisa mendatangkan bantuan dari warga desa setempat untuk melakukan perawatan atau pemangkasan, pembersihan area sekitar tanaman a gar semua tumbuhan bisa tetap terjaga kesehatannya.
Lanjut terang Siprianus, dalam waktu dekat ini telah memasuki masa panen yaitu terong dan mentimun. Bisa diperkirakan dari hasil yang didapat mencapai lebih 100 kilogram dan mentimun sebanyak lebih 181,437 kilogram yang masa panen bisa dilakukan seminggu tiga kali. Sedangkan pada sayuran jenis terong dan pare durasi jangka waktunya lebih panjang yakni 55 hari dengan 34 kali petik atau bisa dilakukan 14 petik setiap satu bulannya.
Menurutnya setiap petani harus memiliki strategi cara bercocok tanam, hal ini agar tetap bisa memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu keuntungannya apabila adanya telah terjalin kerjasama dengan para pemesan atau pembeli, sehingga apa yang dibutuhkan mereka telah disediakan.
Siprianus mengatakann, Kabupaten Pulang Pisau menjadi salah satu sentral suplai sayuran yang ada di Kalimantan Tengah, selain Kelampangan dan Tangkiling Palangka Raya. Untuk tetap bisa terjaga dan terpenuhi kebutuhan pasar, sesama petani saling bertukar informasi terkait penanaman. Tujuannya agar tidak ada kesamaan dalam penanaman sehingga kesediaan tetap ada, seperti contoh, apabila didaerah lain menanam terong, disini menanam pare begitu seterusnya.
Ia menjelaskan, kondisi tanaman holtikultura yang ada di desa setempat sejauh tidak berbeda jauh dengan daerah lain. Namun demikian, perlu adanya penanganan khusus saat datangnya musim penghujan, seperti cipratan air hujan yang menyebabkan tanah dibawah tanaman menempel di setiap daun yang mengakibatkan tanaman bisa membusuk.
Agar tidak menimbulkan jamur, kata dia, dilakukan perawatan kembali dengan penyiraman menggunakan air yang bersih. Secara teknis yang dilakukan dalam penyiraman telah menggunakan selang drip yaitu dengan cara air langsung masuk ke dalam tanah.
Lanjut terang Siprianus, kunci utama agar bisa sukses di bidang pertanian holtikultura adalah harus rajin dan tekun. Apabila tanaman sering dirawat hasil yang didapat pasti memuaskan. Dirinya berharap, semoga kedepannya bisa lebih berkembang dan bisa menanam berbagai macam jenis sayuran lagi, sehingga persedian sayuran di kabupaten setempat tetap terjaga.
Selain itu, dirinya meminta para generasi muda khususnya di desa setempat agar mau belajar dan menemukan bidang pertanian holtikultura sebagai penghasilan dan jangan malu menjadi seorang petani. (Penulis: ARIEF SUSENO/ Editor: DUDENK)