Petani di Kecamatan Kahayan Hilir memetik hasil panen. (FOTO TRANS HAPAKAT)

TRANS HAPAKAT – Datangnya musim panen adalah waktu yang dinanti untuk menuai hasil  bagi petani. Namun tidak bagi  Masrah wanita petani berusia 48 tahun asal kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah.

Penurunan hasil panen  sangat dirasakan akibat terjadinya perubahan iklim dari dampak cuaca panas di musim kemarau. Bagi dia hasil panen tahun ini tidak seperti harapan yang diimpikan, apalagi untuk petani tahunan yang hanya bisa memanen sekali saja selama enam bulan dari awal tanam.

Hanya bertani di tanah seluas 5.000 meter persegi dibilangan Jalan Pembangunan Rei II Desa Mantaren I Kecamatan Kahayan Hilir, ia mengalami panen yang sangat berbeda dari tahun sebelumnya. Sebagian dari padi yang seharusnya tumbuh subur dengan baik ternyata ada mengalami kekeringan akibat kekurangan air.

Kepada www.transhapakat.web.id Masrah menceritakan, penurunan panen ini akibat dampak cuaca yang begitu panas sehingga tidak sedikit padi yang gagal, meskipun telah dilakukan perawatan semaksimal mungkin. Padi-padi ini tidak cukup air untuk membantu masa pertumbuhannya, apalagi parit atau sungai kecilpun yang ada di sekitar sawah terus mengering.

Menurut Masrah, kondisi tersebut juga dirasakan oleh petani lainnya. Beberapa petani hanya bisa  pasrah karena hanya mendapat secuil hasil dari petakan sawah yang bisa dipanen.

Ia menyayangkan dengan keadaan dari hasil panen yang tidak mencapai 1 ton. Penurunan hasil  harus tetap disyukuri, karena setidaknya masih cukup untuk dijadikan cadangan makan keluarga dan sebagian lagi dapat dijual.

Menurunnya hasil panen tahun ini juga dirasakan oleh Junaidi. Pria berusia 51 tahun yang rumahnya hanya selemparan batu dari sawahnya di Jalan Rei I mengungkapkan padi-padi harus segera dipanen, meskipun Ia telah mengetahui bahwa panennya tidak maksimal.

Junaidi mengatakan, selain ancaman dari hama tikus, cuaca panas juga kondisi air yang mengering tidak sedikit padi yang gagal menguning. Hasil penen hanya bisa dikonsumsi sendiri dan sebagian kecil bisa dijual. Semua ini pastinya dialami setiap petani yang pasti merasakan dampak dari kondisi cuaca.

Panen kali ini, terang Junaidi, belum bisa menembus 1 ton beras. Panen tahun ini bisa diyakinkan belum maksimal, namun setidaknya jika harga jualnya tidak mengalami penurunan harga yang tentunya sangat membantu para petani. Padi yang ditanam seperti jenis padi siam memiliki kelebihan lain dan mempunyai kualitas baik untuk harga jual di pasar.

Junaidi berharap, di musim panen selanjutnya kondisi cuaca sudah mulai membaik tidak seperti yang terjadi sekarang ini. Selain itu harga pupuk juga tidak mengalami kenaikan yang tentunya membuat para petani harus menambah beban. Meski sempat ada bantuan dari pemerintah daerah setempat melalui kelompok tani, namun sebagian pupuk juga ada yang harus dibeli sendiri.

Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Osa Maliki melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Tekson menyampaikan bahwa dampak perubahan iklim seperti cuaca panas atau fenomena kemarau ekstrem tidak menutup kemungkinan bisa mengancam sektor pertanian atau pertumbuhan pada tanaman pangan lainnya apabila sekitaran ladang tidak cukup air.

Dijelaskan Tekson, kawasan pertanian akan lebih mudah mengalami kegagalan saat terjadi fenomena ini, apalagi yang jauh dari lokasi perairan atau sungai, tidak sedikit membuat petani bisa mengalami penurunan hasil tanam.

Dalam menghadapi kemarau, kata dia, tidak bisa dianggap remeh atau acuh begitu saja. Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia sejak tahun 2020, diprediksi 2023 terjadi perubahan iklim yang berujung pada fenomena El Nino di Indonesia sehingga memicu terjadinya penurunan curah hujan. (Penulis: ARIEF SUSENO/ Editor: DUDENK)