
TRANS HAPAKAT – Usia Redi tidak muda lagi. Pria berumur 58 tahun asal Desa Bahu Palawa Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten Pulang Pisau masih bertahan dengan profesinya sebagai pengerajin pandai besi.
Selama lebih 20 tahun, dirinya membuat dan memperbaiki alat-alat keperluan sehari-hari yang terbuat dari besi seperti parang, pisau dapur, pisau penyadap getah karet, dan mandau senjata tradisional khas suku Dayak. Meski keterbatasan dalam segi permodalan usaha, namun tidak menyurutkan semangat dan kerja keras agar tetap bisa bertahan hidup ditengah perkembangan zaman dan tenologi.
Ditemui www.transhapakat.web.id, Redi menceritakan selama bergelut sebagai pengerajin pandai besi hasil yang didapat sangat relatif, tergantung dari banyaknya jumlah pesanan atau permintaan perbaikan. Dampak pandemi COVID-19 juga ikut mempengaruhi karena tidak banyak orang yang datang dan juga perekonomian masyarakat yang masih belum stabil.
Dalam satu hari, dirinya hanya menerima beberapa pesanan saja. Itupun sekedar perbaikan pisau penyadap karet dan parang. Harga perbaikan yang ditawarkan terbilang masih cukup murah, berkisar harga Rp10 ribu sampai Rp20 ribu untuk sekali perbaikan, tergantung dari kerusakan.
Lanjut terang Redi, tak jarang ada orang yang ingin dibuatkan pisau, parang dan mandau. Untuk harga pembuatannya dihargai Rp150 ribu bahkan lebih tergantung dari tingkat kerumitannya. Ia hanya menerima pembuatan saja dengan bahan baku biasanya dari pemesan karena kurangnya modal untuk membeli bahan baku seperti baja dan aksesoris lainnya.
Redi mengatakan, selama proses pengerjaan atau pembuatan mandau, parang, dan alat lainnya hanya dikerjakan sendiri. Berbeda dengan pandai besi yang ada di tempat lain dan bisa dikerjakan sampai tiga orang, sedangkan dirinya hanya menggunakan peralatan seadanya
Menurutnya, meskipun mengalami keterbatasan keterbatasan modal untuk membeli alat dan bahan baku, namun dengan adanya orang yang datang untuk memperbaiki pisau sadap karet sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Satu pesan yang disampaikannya adalah bekerja dengan penuh ikhlas, tidak mudah mengeluh, rejeki pasti datang.
Redi mengakui, sebelum menggeluti profesi sebagai pandai besi, dulu sempat bekerja menjadi seorang penambang emas. Usia yang sudah tidak muda lagi, pandai besi menjadi profesi alternatif agar bisa bertahan hidup, dengan menggali keahlian dalam mengolah besi. Biar sedikit hasilnya, asalkan cukup bisa dimakan dan terutama bisa membantu masyarakat yang meminta tolong untuk memperbaiki bermacam pisau ataupun senjata tajam lainnya.
Biasanya, kata Redi, orang yang datang untuk meminta perbaikan berbagai jenis pisau kabanyakan dari luar daerah. Bahkan, ada yang datang dari Kapuas, Gunung Mas, Palangka Raya serta dari desa-desa lain di Kabupaten Pulang Pisau.
Bahan yang digunakan juga sederhana tidak menggunakan kandungan zat kimia. Ia mengungkapkan, walau dibuat dengan alat sederhana, tetapi hasil dan kualitas sangat mempengaruhi ketajaman. Hasil dari tangannya tersebut yang membuatnya tetap bertahan dan masih dicari oleh para penggemarnya.
Redi berharap, kedepannya pesanan bisa semakin bertambah sehingga bisa menambah modal untuk membeli alat dan bahan baku pendukung lainnya. Selain itu Ia berharap para generasi muda di desa setempat mau belajar agar profesi pandai besi tidak hilang ditengah kemajuan teknologi karena sentuhan dari tangan dan hati yang ikhlas tetap menghasilkan kualitas yang terbaik. (Penulis: ARIEF SUSENO/ Editor: DUDENK)