
TRANS HAPAKAT – Masyarakat pemerhati dunia pendidikan di Kabupaten Pulang Pisau Heri Widodo (30/6/2020) meminta masyarakat untuk bersama-sama dalam mengawasi pemenuhan buku-buku pelajaran di sekolah melalui Dana Operasional Sekolah (BOS).
Berdasarkan informasi dan keterangan yang diperoleh, terang Widodo, pengadaan buku-buku pelajaran yang ada di kabupaten setempat ada indikasi pelanggaran dan menabrak dari petunjuk teknis yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan berjalan sudah cukup lama. Selain pengadaan buku diatas Harga Eceran Tertinggi (HET), dan masih banyak sekolah tidak terlebih dahulu memenuhi pengadaan buku teks utama.
Pelaksanaan Kurikulum13 (K-13) yang dilaksanakan Dinas Pendidikan, papar Widodo, salah satunya mengacu pemenuhan buku-buku pelajaran sudah diatur oleh pemerintah. Selain penerbit buku sudah mendapatkan penilaian dan penetapan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), juga telah ditetapkan HET melalui masing-masing zona di seluruh wilayah Indonesia. Tujuannya adalah agar buku-buku pelajaran bisa dipenuhi sekolah dengan harga murah dan terjangkau untuk memajukan sistem pendidikan.
Dikatakan Widodo, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengenai petunjuk teknis (Juknis) Permendikbud 01/P/ 2018 secara tegas diatur penggunaan dana BOS untuk belanja buku pelajaran diwajibkan pemenuhan buku teks utama dengan mengacu pada HET. Namun yang terjadi saat ini terbalik, buku paket teks utama tidak terpenuhi, malah justru buku teks pendamping yang dibeli sekolah.
Menurutnya, fenomena pengadaan buku-buku melalui dana BOS seperti ini tentu menjadi keprihatinan. Buku pelajaran teks utama dari penerbit yang seharusnya per zona antara Rp20 ribu-Rp 36 ribu per buku pelajaran, pihak sekolah justru membeli buku pelajaran dengan harga mahal hingga Rp90 ribu, sedangkan buku teks utama saja masih belum terpenuhi. Pembelian buku pendamping diperbolehkan selama buku teks utama terpenuhi.
Pembiaran praktik pengadaan buku melalui BOS, beber Widodo, tidak menutup kemungkinan melibatkan oknum yang ada di Dinas Pendidikan setempat yang mengkondisikan pengadaan buku di monopoli salah satu penerbit secara masif, struktur dan terorganisir selama bertahun tahun. Selaku pemerhati, tidak ada kewenangan dan berharap aparat penegak hukum dan pihak terkait lainnya bisa mengurai dan menyudahi praktik pengadaan buku-buku pelajaran sekolah seperti ini.
Jika praktek seperti ini masih terus dibiarkan, kata dia, akibatnya menjadi suatu pembodohan akan carut marutnya dunia pendidikan di kabupaten berjuluk Bumi Handep Hapakat tercinta. Jangan sampai dana pendidikan menjadi sia-sia untuk kepentingan tertentu dan membuka peluang korupsi. Para orang tua tanpa sadar juga ikut membeli buku-buku pelajaran bagi anaknya dengan harga cukup mahal dengan referensi buku yang digunakan sekolah, tanpa mengetahui adanya praktik yang melanggar terhadap aturan.
Lebihlanjut dikatakannya, dari aturan sebelumnya belanja pengadaan buku telah ditetapkan pemerintah sebesar 20 persen dari dana BOS. Namun jika dihitung dari jumlah sekolah yang ada di kabupaten setempat, nilai pengadaan buku-buku sekolah mencapai angka miliaran rupiah setiap tahunnya. Angka tersebut tentunya sangat menggiurkan para penerbit buku. Bahkan didalam aturan baru sekarang ini, tidak ada batasan lagi atau bebas untuk belanja pengadaan buku di sekolah.
Widodo mengungkapkan selaku pemerhati telah melayangkan surat kepada Dinas Pendidikan untuk duduk bersama memperhatikan masalah ini. Tujuannya adalah untuk menertibkan praktik pengadaan buku melalui dana BOS yang melanggar aturan serta mendorong adanya regulasi dalam belanja buku di sekolah agar tidak membuka peluang monopoli dan praktik gratifikasi dari para penerbit buku. Namun belum ada tanggapan yang serius.
Dana pendidikan di Indonesia lebih besar dari pada negara tetangga Vietnam, tetapi secara peringkat pendidikan di dunia, Indonesia kalah jauh dengan Vietnam. Stop dan sudahi akal-akalan belanja buku yang melanggar aturan, pungkas Widodo. (Penulis: TIM TRANS HAPAKAT/ Editor: DUDENK)